Pada
catatan harian sebelumnya, telah sedikit saya paparkan akan sekelumit
pernyataan akan kekhawatiran dengan kondisi yang ada serta pertanyaan akannya.
Tak jauh beda dengan hari ke delapan belas ini. Bahkan untuk pelaksanaan PJ
atau job yang telah dibagikan pada beberapa hari sebelumnya tak terealisasikan
sebagaimana biasanya. Walau tak bisa dinafikkan, bahwa berkat sahabat-sahabat
posko yang perempuannya dengan berbagai upaya dakwah, bisa lebih mengajak
remaja perempuan untuk aktif shalat berjamaah di masjid, dan memang intensitas
jamaah di masjid memang lebih bertambah ketimbang awal-awal keberadaan kami
disini. Tak boleh berlarut, kondisi ini perlu strategi khusus sebagai upaya
penanganan. Namun saya pribadi masih belum mampu mengeja dari mana saya hendak
memulai.
Matahari
telah berada digaris tengah garis peredarannya, adzan sebagai panggilan shalat
dzuhur pun menggema yang dikumandangkan oleh salah seorang remaja setempat yang
digadang-gadang sebagai bakal calon ketua remaja masjid. Namun sahabat-sahabat
posko yang telah dijadwalkan untuk hadiri rapat pembentukan pengurus remaja
masjid tak kunjung datang hingga selesai shalat dzuhur, walau ada jua yang
hadir hanya untuk shalat lalu pulang seusai shalat tanpa mengikuti forum rapat
tersebut. Untuk memulai forum rapat tersebut pada dasarnya saya sanggup untuk
melakukannya sendiri, namun saya sedikit agak merasa janggal karena telah ada
yang di PJ kan namun belum turut hadir kala itu. Ditambah lagi kondisi para
anggota calon pengurus remaja masjid yang masih kurang hadir; olehnya, rapat
ini ditunda untuk sementara waktu. Ba’da ashar sendiri bukanlah momentum tepat
untuk pengadaan rapat tersebut. Karena telah terjadwalkan khusus untuk
pembinaan TPA yang juga bertempat di Masjid. Hingga usai shalat maghrib, tak
juga kudapatai waktu tepat guna mengadakan rapat tersebut. Namun desakan dari
para remaja, terus jua terdengar untuk hal tersebut.
Adapun
tentang progress kerja proker yang lain masih serupa dengan apa yang saya
katakan pada catatan sebelumnya, nihil. Sungguh suatu ironi yang betah,
kekhawatiran, masih betah dihati. Mungkin agak sedikit naïf bila
menggeneralisasi semua rancang proker untuk dikatakan berjalan ditempat, karena
ada juga beberapa yang patut diapresiasi dalam dua hari terakhir ini. Hari-hari
menggemaskan.
“Mau
dibawa kemana dan bagaimana ?”, Tentu ini bukan judul lagu dari salah satu band
hits di Indonesia, Armada band. Namun
pertanyaan paling mendasar akan kondisi yang telah saya paparkan.
Malam
harinya, ketika briefing saya sedikit agak lepas control untuk hal tersebut,
melampiaskan kekhawatiran saya pribadi selaku coordinator. Niat hati ingin
menyampaikan dengan lebih seksama, namun berangkat dari kondisi sebelum
briefing membuat suasana lebih dari apa yang ingin tersampaikan sebelumnya.
Namun pada dasarnya, evaluasi semacam ini perlu untuk diterapkan pada beberapa
kondisi sebagai sentakan yang sedikit berbeda dari sekadar mengingatkan dan
menyemangati dengan puji-pujian, mengambil suatu sikap jangan ragu dan itulah
yang terjadi. Meledak pada kondisi yang seharusnya dan pada proporsinya,
mencair pada kondisi sewajarnya
0 Komentar